Karya · Mei 19, 2014 4

[FF Cinta Pertama] Lelaki Fajar

Sumber gambar: disini

Bunyi alarm handphone yang terdengar sangat keras itu membuatku terbangun dari tidur panjang semalam. Rupanya, kini aku telah berjumpa lagi dengan pagi.

Ada yang menarik dari suasana di pagi hari. Pagi adalah dimana waktu kebanyakan orang-orang memulai semua rutinitas mereka. Entah itu berupa pekerjaan ataupun yang berkaitan dengan pendidikan. Untuk itu, mau tidak mau, suka tidak suka, pagi selalu menjadi pemenang dalam memaksa kita untuk terbangun dari lelapnya tidur.

Bagiku, ada yang lebih menarik lagi dari pagi, saat setelah aku mengenal lebih dalam lelaki bermata tirus di ruang kelas itu. Ia adalah Fajar, lelaki yang sampai hari ini masih membuat hatiku terpenjara oleh pesonanya. Barangkali karenanya aku menyukai pagi, menyukai fajar yang senantiasa datang menyapa terlebih dahulu sebelum matahari. Sebab pula, pagi membuatku bisa memandangi sosok Fajar.

*

Kini ia berjalan di depan mataku. Sesaat mata kita bertemu. Aku bertanya pada hatiku sendiri, adakah perempuan yang hatinya tak berdebar dengan kencang apabila berhadapan dengan lelaki yang akhir-akhir ini namanya tak pernah habis dalam pikiran? Kukira jawabannya tidak ada, karena aku tengah merasakannya sendiri. Jantungku berdebar kencang tanpa mau kompromi.

Aku mendengar namanya dipanggil oleh kedua orang temannya, temanku juga. Ini bukan kali pertama aku mendengar namanya. Ia adalah satu dari sepuluh lelaki penghuni ruang kelas ini, dengan lima belas perempuan hadir di dalamnya, termasuk aku. Ia, dengan gurat senyum yang khas di wajahnya dan bahu yang agak sedikit membungkuk, berjalan ke arah belakang menghampiri kedua teman yang memanggil namanya tersebut. Aku pun berjalan ke bangkuku, sementara hatiku menanti untuk ia panggil.

*

Aku bersiap ke atas panggung. Di café ini orang-orang bisa makan sambil menikmati alunan live music. Setiap hari Sabtu dan Minggu, aku biasa menyanyikan beberapa lagu di café ini, tepatnya dimulai dari dua bulan yang lalu.

Kali ini aku bernyanyi bukan karena tugasku sebagai penyanyi di sini, tetapi adanya permintaan dari teman-temanku yang memang saat ini kita sedang merayakan hari spesial. Rasanya aku tak mungkin menolak permintaan itu, terlebih Fajar yang tersenyum menganggukkan kepalanya kepadaku seolah-olah benar-benar menyuruhku untuk melakukannya.

“Ini adalah lagu dari puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul Hujan Bulan Juni. Lagu ini saya persembahkan untuk dua orang spesial di depan saya, Fajar dan Riani yang telah bertunangan dua hari lalu. Selamat untuk kalian berdua..”

“tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu”

Aku menangis dalam hati. Adakah perempuan yang hatinya terluka karena melihat orang yang dicintai selama tujuh tahun, kini jari manisnya telah terlingkar oleh cincin dari perempuan lain? Adakah perempuan yang hatinya sakit karena harus berpura-pura tersenyum sebab orang yang dicintai tengah berbahagia, meski itu dengan orang lain? Kalaupun ada, berarti orangnya adalah aku. Senja yang gagal menjemput Fajar.

Kini, cerita cinta pertamamu sudah usai, Senja.
~

*485 kata*