Prangko · Februari 4, 2015 10

Pernahkah Kita

Sumber gambar

Sudah seberapa sering kita menyalahkan orang lain dalam suatu kejadian?

Pernahkah kita berpikir, mungkin saja orang yang kita salahkan itu bukanlah seseorang yang bersalah. Atau kalaupun seseorang itu memang bersalah, pernahkah kita mencoba untuk bertanya? Barangkali mencerna kejadian yang ada pun sepertinya kita mampu. Sayangnya, waktu itu kita terlalu panik hingga menimbulkan kemarahan dan emosi, yang sepertinya hanya bisa dialihkan dengan menyalahkan orang yang patut bertanggung jawab atas kejadian itu. Tapi, itu kan menurut kita. Padahal bisa jadi, kita sendiri yang sebenarnya salah.
Tapi, apa pernah kita memikirkannya?
Seringkali, ego tak mau menarik diri dari kita. Kadangkala kita terlalu takluk pada apa yang bisa kita percaya. Padahal kita sendiri belum memastikan kebenarannya seperti apa. Kita terlalu terburu-buru untuk menghakimi seseorang. Padahal, terburu-buru itu datangnya dari syaitan. Di pikiran kita hanya satu, harus ada seseorang yang memangku tanggung jawab atas peristiwa itu.
Kenapa kita tidak coba mengintrospeksi diri kita sendiri? Tidak bisakah seperti itu? Jawabannya adalah kita belum bisa berpikir dengan baik pada situasi yang kurang baik. Instropeksi bukan berarti kita menghakimi diri sendiri.
Lalu, apakah kita harus menyalahkan diri sendiri?
Tidak juga. Tidak perlu seperti itu. Yang ada hanya frustasi nanti. Kita akan merasa terbebani, barangkali takut memikirkan anggapan orang-orang kepada kita. Sama seperti orang-orang yang kita salahkan. Sekali lagi, instropeksi bukan berarti kita menghakimi diri sendiri.
Pernah tidak kita tahu bagaimana perasaan orang yang kita salahkan?
Kita lebih sering tidak mau tahu. Sebab kita berpikir bahwa itu memang kesalahannya. Tapi, memangnya tidak ada cara yang lebih baik dari sekedar menyalahkan orang lain? Tentu ada. Banyak. Hanya sekali lagi, kita tidak mau berpikir dan menjernihkan pikiran kita. Kita belum sepenuhnya dewasa. Bisa jadi kita sendiri pun tidak paham makna dari konsep kedewasaan itu sendiri.
Tidak cukupkah kita menatap wajah penyesalan seseorang itu? Lalu, apa kita harus membebaninya lagi dengan kesalahan yang kita tujukan untuknya? Padahal, tanpa kita menyalahkannya pun, seseorang yang melakukan kesalahan akan mengakui bahwa ia memang salah. Tapi, ia juga perlu waktu untuk menata hatinya itu. Ketika seseorang itu benar-benar merasa bersalah dan kita terus-terusan menyalahkannya. Apa hatinya tidak tambah hancur?
Satu lagi konsep yang sulit untuk kita pahami. Perasaan.
Jadi, kapan kita akan berhenti menyalahkan?
Malam hari, 4 Februari 2015,
Happy Hawra