Buku · Januari 21, 2016 6

Jodoh (?)

Jodoh dari Fahd Pahdepie ini adalah buku pertama di tahun 2016 yang saya baca. *cieilaah

Kenapa saya tertarik beli buku ini? Awalnya gara-gara liat testimoni (atau apa ya namanya kalau di buku gitu) dari Ibu Suri alias Dee Lestari di buku tersebut. Saya jadi kepingin beli. Iya, karena saya kan fans beliau. Hahaha. (Jadi ini sebenernya bukunya siapa sih? Maafkan saya, Mas Fahd XD).
Eh nggaak. Itu cuma salah satu alasan aja. Alasan lainnya karena sebelumnya saya pun sering membaca tulisan dari mas Fahd ini. Dulu saya sering banget baca-bacain tulisan beliau di blognya. Iya, sebelum beliau mengubah nama penanya menjadi nama asli. Dulu saya kenalnya Fahd Djibran. Selain itu saya suka tulisan di cover belakangnya 😀
Alhasil saya PO buku ini. Kebetulan kebagian tanda tangan plus tas serut juga. Rezeki euy. 😀

Fahd Pahdepie adalah salah satu penulis laki-laki yang saya suka. Entah kenapa saya memang suka membaca tulisan-tulisan dari penulis laki-laki. Saya jadi bisa tau bagaimana laki-laki bercerita. Dari gaya dan sudut pandangnya dalam menulis. Banyak juga tulisan-tulisan pembelajaran yang bisa saya cerna. Mungkin sehabis membaca, saya jadi bisa mengira-ngira. Oh kayak gitu laki-laki sebenernya. Okelah kalau begitu :p

Sekarang sih lebih sering baca tulisan beliau di tumblr atau instagram. Cuma emang lebih banyak tentang rumah tangganya, udah jarang lagi (kalau saya liat) nulis prosa-prosa roman yang puitis. Duh maklumin ya, masih abege nih sayah.. Sukanya yang puitis-puitis. Hahahaha.

Bicara tentang… hmm… Jodoh. Jodoh  ini bahasan paling lumrah menurut saya. Karena dimana-mana bahasan tentang jodoh ini nggak pernah ketinggalan. Di grup ngebahas jodoh, di kelas ngebahas jodoh, di kosan ngebahas jodoh, sampe ketemuan sama temen lama pun pasti yang diobrolin jodoh. Sebenernya Jodoh itu siapa sih? Ngartis banget dia 😀

Kita nggak pernah tahu siapa berjodoh dengan siapa. Kita berjodoh dengan siapa. Bahkan orang yang kita sangka jodoh kita, dan kita pun yakin dengannya, bisa jadi ternyata bukan. Kita nggak tau bagaimana cara Allah menjodohkan hamba-hamba-Nya, kita hanya tau bahwa jodoh itu ada, meski entah siapa.

Kita jatuh cinta. Kita dilanda kerinduan yang besar. Kita tidak bisa lupa. Kita selalu teringat namanya. Kita mencintainya. Kita ingin bersamanya. Kita ingin memiliki. Kemudian kita pergi. Kita merasa cinta kita terlalu besar. Kita merasa langkah kita salah. Kita dilanda ragu. Kita memperbaiki diri. Kita kembali lagi. Kita ingin menjaga dia semampu kita. Kita benar-benaar mencintainya. Kita ingin menikahinya dan hidup brsama selamanya. Tapi…. Apakah kita benar-benar berjodoh dengannya? Kita nggak pernah tau 🙂
Sama  rupanya seperti yang mas Fahd tulis di buku ini 😀

“Apa itu jodoh?

Barangkali imajinasimu tentang jodoh dan belahan jiwa begitu sederhana; di tepi pantai, kau mengandaikan ada orang di seberang sana, yang tengah menunggumu untuk  berlayar.

Namun di saat yang sama, terkadang kau justru meragu sehingga sering kali hanya bisa menunggu, mendambakan orang yang kau nantikan itu akan lebih dulu merakit sampannya, mengayun dayungnya, dan mengarahkan kompasnya untuk menjemputmu.

Tetapi laut, ombak dan isinya, selalu menjadi misteri yang tak terduga-duga, bukan? Orang yang kau sangka belahan jiwa sering kali hanyalah perantara, atau justru pengalih perhatian dari belahan jiwamu yang sesungguhnya.
Ini adalah kisah tentang seorang laki-laki dan perempuan, yang memutuskan untuk berlayar–jauh sebelum mereka mengenal ketakutan; jauh sebelum mereka bisa membaca arah atau menebak cuaca; bahkan jauh sebelum mereka disibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang waktu, takdir, cinta, dan jodoh itu sendiri.”
(Hal. 242)
Beberapa kalimat favorit saya di buku ini:
Apa gerangan artinya menunggu, misteri waktu, hangat matahari, racun ultraviolet, pohon-pohon yang ranggas, dan orang-orang yang makin tak peduli pada orang lain di sekitarnya? Pagi itu aku tak mengingat pertanyaan-pertanyaan berat semacam itu. Aku tak ingin peduli pada persoalan-persoalan semacam itu. Aku hanya ingin bernyanyi dalam hati, dan terus menunggu…” (Hal. 104)
Aku ingin mencintaimu hingga jauh nanti, dalam lututku yang gemetar, merayakan sensasi gempa bumi pribadi yang tak mungkin ditayangkan berita-berita televisi.” (Hal. 115)
Tentang jodoh, aku tak punya kuasa untuk menyalakan keyakinan dalam hatimu. Aku bisa membuktikan bahwa aku mencintaimu, tetapi aku tak punya bukti apapun bahwa akulah jodohmu.“(Hal. 187)
Betapa tipis batas antara ketakutan dan keberanian. Betapa terbatasnya kemampuan manusia untuk melihatnya.” (Hal. 162)
Di antara kita banyak yang tidak tahu bahwa ketakutan sering kali adalah perasaan yang kuat. Dan, keberanian sering kali adalah perasaan yang lemah.” (Hal. 163)
Dan kata mas Fahd, “ada dua jenis kerinduan. Pertama karena kita pernah merasakan sesuatu dan menginginkannya kembali. Kerinduan kedua karena kita tak pernah mengalaminya dan benar-benar ingin merasakannya, setia menunggu dalam penantian yang lugu.” (Hal. 194)
Kamu pilih yang mana? ^-^
~
Selamat membaca. Selamat menanti-nanti.

Happy Hawra