Prangko · Juli 22, 2016 6

Diri Sendiri; Tempat Pulang Paling Murni

Source
Setiap kali kita merasa rindu: bertemu, bicara, bercanda, tertawa, melihat, mengamati, membaca, menulis, dan nikmat-nikmat lainnya. Sebenarnya ada kenikmatan lain yang kerap lupa disadari, atau karena sesuatu itu terlalu nyempil di ujung sehingga kita―atau hanya saya― mungkin jadi nggak kepikiran, padahal efek perasaannya yang paling besar. Kenikmatan lain itu adalah diri kita sendiri. Bisa memahami diri kita sendiri sebagai manusia, bukankah itu sebuah kenikmatan yang besar? Oleh karenanya, saya rindu diri saya sendiri. I miss myself very much, don’t you?
Capek-capek kita kenalan sama orang, iseng-iseng cari tahu kesukaannya, apa yang dia cari, apa impiannya, sampai ngobrolin tentang kesukaannya. Tapi kadang kita lupa buat kenalan sama diri sendiri, bahkan nggak tahu apa yang kita sendiri sebenarnya suka, nggak tahu apa yang mau kita cari, nggak pernah ngobrol sama diri sendiri. Kamu kira, ngobrol sama diri sendiri itu kurang kerjaan, ya? Penting tahu. Asal jangan kelebihan aja. Apa-apa yang berlebih, kan, emang nggak baik, kata Rasulullah.
Gimana mau menghadapi orang lain, ya, kalau menghadapi diri sendiri pun takut.
Gimana mau membuka dan menerima perasaan orang lain, ya, kalau menghadapi perasaan sendiri aja susahnya luar biasa. Sudah setan ada di mana-mana, ditambah dengan nafsu yang memang sudah dasarnya kepunyaan manusia. Saya banget, kali, ya.
Katanya, menjadi orang dewasa itu berarti berani menghadapi perasaan sendiri dan menjalani resikonya. Saya suka merasa nggak mampu, kemudian pilihannya ya cuma lari. Lari dari kenyataan? Hoho, nggak deng, lari beneran. Sehat, kan? Saya paling suka kepala saya kalau habis dibawa lari-lari olahraga. Kayak kotoran-kotoran di kepala tuh abis disedot pake vacuum cleaner. Meski nggak bener-bener bersih, sih. Sederhananya, kepala jadi agak enteng aja, gitu. Nah, sayangnya, saya jarang olahraga. Jadi otaknya jarang bersih, deh. X”)
Mengembalikan diri kita kepada seutuhnya kita adalah perkara yang mesti kita jalankan. Sama halnya seperti saya saat ini. Bukan karena saya habis amnesia lalu saya lupa siapa diri saya. Saya hanya merasa kehilangan kekuatan aja. Kehilangan energi yang setiap orang tuh sebenernya punya jumlah porsi yang sama. Hanya yang jadi beda, kita melakukan pertahanan atau membuat strategi untuk membuat jumlah porsi energi itu tetap maksimal atau tidak. Atau kita hanya terus berjalan pasrah, meski di depan kita adalah monster-monster besar yang harusnya kita tembak dengan senjata. Karena nggak ada yang kita lakukan, lama-lama energi itu akan habis sendiri, dan akhirnya kita menjadi manusia yang kalah. Game over. Knock out. Failed. Lose. Iya, kalau di game masih dikasih kesempatan buat Try again. Kalau di dunia nyata, game over artinya game over. Selanjutnya terima nasib. Neraka atau surga. Sengsara atau bahagia.
Saya kira ada banyak sekali yang perlu diperbaiki dengan diri sendiri. Dari mulai pikiran, hati, shalat, ngaji, doa, nulis, baca. Selebihnya, ya, dengan teman bicara. Siapa saja atau apa. Jendela, kursi, atau bunga di meja. Biar nggak sunyi dan menyayat seperti belati kayak puisinya Subagio Sastrowardoyo yang dinyanyiin sama Banda Neira itu. #halah
Dan cara melakukan yang perlu diperbaiki itu adalah dengan menemukannya sendiri.
Selamat melakukan perjalanan. Selamat menuju. Selamat pulang. Selamat menemukan. Selamat kembali. Karena tempat pulang paling murni adalah diri sendiri.
Dan lalu…
Rasa itu tak mungkin lagi kini. Tersimpan di hati
Bawa aku pulang, rindu. Bersamamu.

Dan lalu…
Bicara tentang rasa.
Bawa aku pulang, rindu. Segera.

Jelajahi waktu. Ke tempat berteduh hati kala biru.

Dan lalu…
Sekitarku tak mungkin lagi kini. Meringankan lara.
Bawa aku pulang, rindu. Bersamamu.

Dan lalu…
O, langkahku tak lagi jauh kini. Memudar biruku.
Jangan lagi pulang. Jangan lagi datang.
Jangan lagi pulang, rindu. Pergi jauh.

Dan lalu…

(Float – Pulang)