Prangko · Desember 8, 2020 13

Pandemi Patah Hati

Barangkali, begitulah cara cinta bekerja. Ia tak sekadar memberikan detak istimewa, tapi juga luka yang sering kali tak terkira.

Sejak pertama kali gelombang itu ada, kamu tahu betul jika jatuh cinta pada seseorang yang tak bisa dimiliki bisa menjadi sebuah pandemi. Tapi entah kenapa gelombang perasaan yang mengendap itu terus berada di luar kendali, meski sering kali kamu berusaha untuk tidak peduli.

Sebagaimana orang-orang yang jatuh cinta, kamu akhirnya mulai mencari cara untuk bisa lebih dekat dengannya. Sebab bagimu sudah cukup menyimpan rahasia selama bertahun-tahun lamanya.

Kamu perlahan berusaha, berdoa kepada Tuhan sebagai upaya pertama. Lantas, keajaiban pun datang lewat pertemuan tak sengaja yang pernah kau harapkan dalam sebuah tulisan kecil dua tahun silam. Bukan lagi gerimis, hujan deras seolah menghujam kepala dan hatimu. Yang pasti, cukup untuk membuatmu meringkuk semalaman di ranjang akibat kebetulan yang diidam-idamkan.

Sayangnya, kau tak punya alasan untuk menjadwallkan pertemuan lanjutan. Malam-malam sunyimu lantas kembali kau habiskan menjadi pengamat paling bisu dan terasingkan. Memerhatikannya dari jauh untuk memastikan bahwa ia baik-baik saja, dan tak ada keresahan yang menyelimuti hari-harinya.

Baca Juga: Selamat yang Kesekian

Entah keberanian macam apa yang membuatmu akhirnya memilih untuk mulai menyapa, bertanya tentang hal yang sudah pasti jawabannya ada. Sebagai manusia penuh dosa yang terlanjur jatuh cinta, kamu hanya dapat menebak-nebak peluang keajaiban yang akan datang. Seolah berharap tanganmu tak hanya bisa menepuk udara yang remang.

Doamu lagi-lagi dikabulkan, pesan itu rupanya tak terabaikan. Namun secara mengejutkan, kamu direnteti pertanyaan dan pernyataan arogan yang seketika merobohkan benteng pertahananmu yang telah ringkih itu. Kamu tak punya daya untuk melawannya, seperti jalan bolong yang pasrah diserang hujan hingga amblas. Yang bisa kamu lakukan hanya terluka sambil pura-pura bahagia mendengar ia bercerita tentang seseorang yang dipuja.

Selayaknya orang yang patah hati, kamu hanya bisa menangis dalam sepi selama berhari-hari. Beribu aktivitas yang menderamu tetap tak bisa memulihkan energi. Di masa-masa itu kamu menyadari bahwa memang tidak ada yang pernah siap dengan patah hati, meski seringkali berupaya menguatkan diri. 

Baca Juga: Tentang Perjalanan Menuju Hal-hal Asing

Barangkali, begitulah cara cinta bekerja. Ia tak sekadar memberikan detak istimewa, tapi juga luka yang sering kali tak terkira. Dan kamu harus menerima dengan lapang dada, betapa orang yang kamu cinta bisa amat melukaimu dengan kata-kata. Betapa orang yang kamu cinta juga sangat mampu untuk tak mencintaimu sama sekali, dan kamu hanya harus merelakannya.

Pada akhirnya hari itu tiba, hari di mana orang-orang memintamu untuk melupakan dia selamanya.